Entri Populer

Kamis, 10 Februari 2011

KPK Kaji Perkara Toluto dan Monang

Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak tinggal diam menyikapi masih adanya sejumlah kasus dugaan korupsi yang mandeg di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumut dan Polda Sumut, termasuk dugaan korupsi mantan Bupati Toba Samosir (Tobasa) Monang Sitorus dan Bupati Tapanuli Utara (Taput) Torang Lumban Tobing (Toluto).
Plt Ketua KPK Haryono Umar menyatakan, pihaknya akan segera memerintahkan tim untuk melakukan kajian perkara-perkara yang diduga berjalan terseok-seok itu.
“Nanti akan kita koordinasikan. Kita akan tugasnya tim untuk mendalami kasus-kasus itu dan apa soluasi yang bisa kita berikan,” ujar Haryono Umar kepada koran ini di Jakarta, kemarin (19/11). Dia mengatakan hal tersebut menanggapi penanganan beberapa kasus dugaan korupsi oleh Polda Sumut yang berlarut-larut dan belum jelas progresnya, terutama yang diduga melibatkan kepala daerah atau mantan kepala daerah. Meski sudah ada yang ditetapkan jadi tersangka, hingga kini kasusnya belum ada yang masuk ke pengadilan.
Berdasarkan penelusuran wartawan koran ini, setidaknya ada empat kasus besar yang hingga kini tak jelas juntrungannya. Yakni dugaan korupsi yang diduga dilakukan mantan Wali Kota Pematangsiantar RE Siahaan, mantan Bupati Toba Samosir (Tobasa) Monang Sitorus dan dugaan korupsi yang diduga dilakukan Bupati Tapanuli Utara (Taput) Torang Lumban Tobing (Toluto). Keempat, dugaan korupsi proyek Drainase Kota Medan 2009 yang melibatkan mantan Kepala Dinas Bina Marga, Gindo Marganti Hasibuan.
RE Siahaan dan Monang Sitorus telah berstatus tersangka sejak 2008 silam oleh Poldasu. Torang Lumban Tobing, kasusnya masih mentok di penyelidikan. Meski telah diusut selama bertahun-tahun, kasusnya hingga kini belum naik ke tingkat penyidikan. Demikian juga dengan kasus dugaan korupsi proyek drainase Pemko Medan 2009 atas nama Gindo Marganti, hingga kini belum jelas siapa tersangkanya.
Haryono menjelaskan, KPK tidak akan serta merta mengambil alih penanganan perkara-perkara yang penanganannya lelet itu. Langkah awal KPK, setelah dikaji, selanjutnya akan dikoordinasikan dengan Kejaksaan Agung maupun Mabes Polri. Lewat peran koordinasi dan supervisi, KPK akan mendorong agar aparat Kejatisu dan Poldasu tidak lambat. “Jadi tidak selalu kita ambil alih. Karena kasusnya sudah ditangani, kita dorong agar cepat. KPK itu kan punya tugas supervisi, baik terhadap kasus-kasus yang kita limpahkan ke kejaksaan atau kepolisian, atau kasus lain yang mereka tangani,” terangnya.
Dijelaskan Haryono, selama ini memang sudah ada koordinasi. Namun diakui, ada aparat hukum daerah yang rajin koordinasi minta bantuan KPK. Sebaliknya, ada juga yang malas. “Maka nanti KPK akan meningkatkan koordinasi dengan kejaksaan agung dan kepolisian,” terangnya. Dikatakan, tim KPK bersama Kejagung dan Mabes Polri juga sudah pernah datang ke Medan. “Kita tanya, apa saja masalahnya kok bisa berlarut-larut dan langkah-langkah apa yang sudah dilakukan untuk bisa mempercepatnya,” ujar Haryono.
Lebih lanjut dia menjelaskan, meski langkah koordinasi dan supervisi diutamakan, namun bukan berarti peluang KPK untuk mengambil alih perkara yang ditangani Kejatisu dan Kapoldasu tertutup. Bila memang dinilai sudah berlarut-larut dan kasus itu mendapat perhatian luas dari masyarakat, maka KPK akan mengambil alih. Jadi, apa saja kriteria sebuah kasus di daerah diambil alih KPK? “Ya itu tadi, setidaknya kasusnya menjadi perhatian publik, ada unsur tindak pidana korupsinya, dan penanganannya di daerah berlarut-larut,” jawabnya.
Mendapat perhatian publik, apakah maksudnya sebuah perkara yang kerap didemo massa? Haryono tidak menjawab lugas. “Bukan seperti itu. Yang harus dipahami masyarakat, petugas KPK itu kan terbatas. Tidak semua harus ditangani sendiri oleh KPK. Kejaksaan atau kepolisian di daerah itu, ketika memulai menangani kasus, mereka menyampaikan SPDP (Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan) ke KPK. Lantas kita dorong agar penanganannya berjalan baik. Bukan hanya di Sumut, tapi juga di daerah lain,” terangnya.
Dalam kesempatan yang sama, Haryono menjelaskan, sebenarnya KPK tidak ingin terus-terusan menangkapi orang yang korupsi. KPK, lanjutnya, juga mengedepankan upaya pencegahan. Program teranyar di bidang pencegahan yakni telah dibentuknya tim gabungan, yang melibatkan Kementrian Dalam Negeri, Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Kemenkeu, dan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP). Nantinya, tim ini akan bekerja di seluruh daerah dan diprioritaskan di daerah-daerah yang potensi korupsinya tinggi. Senin (22/11), tim akan berangkat ke Papua. Tim ini nantinya akan ditempatkan di seluruh kabupaten/kota yang ada di Papua.
Haryono menjelaskan, tim ini tugasnya untuk membantu, melakukan pendampingan, untuk memperbaiki pengelolaan APBD, hingga tingkat pertanggungjawabannya. Tim juga akan membantu membuat sistem yang baik, seperti sistem pengadaan barang dan jasa, dan sistem pelayanan publik. “Kita juga akan kasih tahu kepada mereka, kasus-kasus korupsi jangan sampai terjadi di sana,” ujarnya.
Papua mendapat prioritas, lanjutnya, karena potensi korupsinya cukup besar. “Kita tahu, uang di Papua itu sangat besar, dari dana otsus. Tapi kita juga tahu, kehidupan rakyatnya masih seperti itu. Masyarakat tetap susah. Kita tak mau seperti itu dibiarkan terus-terusan. Kita harus bersama-sama meningkatkan taraf kehidupan masyarakat,” lanjutnya. (Metro/sam/rih)
LINK

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar