Entri Populer

Kamis, 10 Februari 2011

Kapolda: Kasus Korupsi Itu Sulit


Kapolda Sumut, Irjen Pol Oegroseno mengakui, tersendatnya penanganan sejumlah kasus dugaan korupsi miliaran rupiah yang melibatkan kepala daerah dan sejumlah pejabat di Sumatera Utara.
Hal itu terjadi karena penyidik kepolisian mengedepankan prinsip kecermatan dan kehatian-hatian.
Pasalnya kasus-kasus itu memerlukan waktu untuk menyiapkan pembuktian yang kuat. “Kasus korupsi itu sulit, itu bukan kasus semabarangan. Harus dibuktikan dulu, baru dihukum tersangkanya, “ ujar Kapolda yang ditemui di Mapolda, Jumat (19/11).
Seperti dalam penanganan kasus yang melibatkan mantan Wali Kota Pematangsiantar RE Siahaan, mantan Bupati Tobasa Monang Sitorus dan Bupati Taput Torang Lumban Tobing. Demikian juga halnya dengan kasus mantan Kepala Dinas Bina Marga, Gindo Marganti Hasibuan.
“Biarkan saja prosesnya berjalan. Kalau jalannya agak tersendat-sendat, itu untuk menghindari lubang,” cetusnya.
Meski penanganannya lambat, Kapolda berjanji pihaknya akan tetap konsisten mengusut kasus dugaan korupsi.
Saat ditanya apa hambatan dan kendala penanganan kasusnya-kasus tersebut, Oegroseno mengatakan tidak ada. Sekali lagi dia mengatakan pihaknya mengedepankan kehati-hatian. “Kalau SP3 (surat perintah penghentian penyidikan, Red), baru itu ditanya hambatannya. Bila sudah SP3 akan saya panggil penyidiknya. Kita prosesnya apa adanya,” bebernya.
Menanggapi lamanya penanganan kasus korupsi di Polda, praktisi hukum Medan, Julheri Sinaga mengharapkan, penyidik transparan sesuai UU KIP (Keterbukaan Informasi Publik). Masyarakat berhak mengetahui perkembangan penyidikan.
“Seharusnya polisi bangga dengan hasil kerjanya yang diketahui masyarakat,” ungkapnya.
Seperti diberitakan Sumut Pos (18/11) lalu, sumber terpercaya di Polda Sumut mengungkapkan, lamanya penanganan kasus dugaan korupsi yang melibatkan pejabat dan mantan pejabat tersebut juga terkait koordinasi dengan kejaksaan.
Sumber tersebut mengatakan, pihaknya serius mengusut kasus itu. Namun berkas yang mereka limpahkan ke Kejaksaan selalu P-19 alias dikembalikan karena kurang lengkap. Padahal, setiap petunjuk jaksa telah dipenuhi penyidik Polda Sumut, tapi pihak kejaksaan selalu menyatakan belum lengkap. “Sudah dikembalikan kejaksaan berulang kali. Sudah berulang kali kita memenuhi petunjuk jaksa, namun tetap dinyatakan belum lengkap,” ujar sumber yang minta namanya jangan dikorankan ini.
Kejaksaan Tidak Bisa Ambil Alih Kasus Korupsi
Belakangan beredar kabar, kejaksaan menginginkan pelimpahan penanganan kasus-kasus tersebut dari kepolisian. Menanggapi hal itu, pihak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Utara, membantah anggapan tersebut. Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati, Edi Irsan Kurniawan Tarigan SH, menegaskan kejaksaan tidak bisa mengambil alih kasus dugaan korupsi sejumlah kepala daerah, mantan kepala daerah dan tokoh lain dari kepolisian. Penyelidikan dan penyidikan adalah kewenangan masing-masing institusi penegak hukum. Kerja sama kejaksaan dan polisi hanya bersifat kordinasi dengan mekanismen sampai Pra Penuntutan (Pratut) saja.
“Kita tidak bisa mencampuri apa yang menjadi kewenangan mereka.Kita bisa saja saling kordinasi tapi hanya sebatas mekanisme di pra penuntutan saja, lebih jauh dari itu tidak bisa,’’ tegas Edi di Jalan AH Nasution Medan, kemarin.
Dalam hubungan kerja tersebut, kejaksaan melimpahkan berkas penyidikan dari polisi. Bila jaksa melihat kelengkapan berkas sudah cukup (P-21), jaksa segerap melimpahkan ke pengadilan. “Kita sebagai jaksa penuntut umumnya. Namun apabila berkas tersebut masih banyak kekurangan, mana mungkin pula kita memaksakan untuk mem P21 kan, sudah pasti dikembalikan (P19) untuk segera diperbaikan sesuai petunjuk jaksa,” tegas Edi Tarigan.
Edi Irsan kemudian menjabarkan, dari Januari hingga Oktober tahun ini, 133 kasus dugaan korupsi yang sudah masuk tahap penyidikan. Kasus-kasus itu ditangani 21 Kejaksaan Negeri dan Cabang Kejaksaan Negeri di jajaran Kejati Sumut
Penanganan paling banyak terjadi di Kejari Langkat, 11 perkara korupsi, disusul Kejari Medan dengan 10 kasus. “Kemudian Kejari Balige 9 kasus, Kisaran 8 kasus, Lubuk Pakam 7 kasus, Padangsidempuan 5 kasus dan Kejari Belawan satu kasus. Untuk Kejatisu sendiri sudah menangani 36 kasus,’’ tegas Tarigan.
Dari jumlah kasus itu, 87 kasus sudah masuk tahap pra penuntutan dan sudah dilimpahkan dan disidangkan di seluruh Pengadilan Negeri di Sumut. Dalam proses persidangan tersebut, uang negara yang berhasil dikembalikan dari hasil uang pengganti korupsi sebesar Rp64,1 miliar lebih. “Dari jumlah itu, yang sudah dibayarkan terpidana, Rp21,2 miliar lebih,’’ ungkapnya.
Tetapi Edi Irsan tidak kasus-kasus yang tidak tertangani dan tidak mengungkapkan menjelaskan nasib uang Rp42 miliar lebih yang belum disetorkan. (mag-1/rud)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar